Byzantine Empire a.k.a. Kekaisaran Romawi Timur

Kekaisaran yang bertahan hingga 1000 tahun!


Kekaisaran Romawi Timur adalah suatu kekaisaran yang merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi. Pada zamannya, kekaisaran ini hanya disebut Kekaisaran Romawi (Βασιλεία Ῥωμαίων, Basileia Rhōmaiōn). ,

Kendati demikian, kekaisaran ini memiliki tradisi, budaya, serta sejarah unik tersendiri yang membuat mereka layak diposisikan sebagai aktor sejarah yang berbeda, bukan sekedar kerajaan penerus Romawi. Karena itu, para ahli sejarah memberi nama Bizantium sebagai tanda sebuah kekaisaran yang berbeda dari Romawi, meskipun sejarah keduanya bertautan erat.

Mari kita lihat bersama perjalanan Imperium ini secara singkat:

285 M
Untuk pertama kalinya, Kaisar Romawi Diokletianus membagi wilayah Imperium Romawi yang luas menjadi 2 wilayah administrasi, yaitu wilayah Barat dan Timur. Diokletianus bergelar Augustus, sementara raja-raja yang ditunjuk untuk tiap wilayah bergelar Caesar.


Wilayah timur dihuni oleh masyarakat yang lebih beradab dan berpendidikan akbiat pengaruh kerajaan Makedonia kuno dan kebudayaan Yunaninya, sementara wilayah barat kebanyakan masih terbelakang dan primitif.

324-330 M
Kaisar Romawi Konsantin Agung memindahkan ibukota Wilayah Timur dari Nicomedia ke Byzantium. Kota ini dinamakan ulang menjadi Konstantinopel. Pada 330 M ia menyatukan Romawi menjadi 1 wilayah tunggal, dan memindahkan pusat kerajaan dari Roma ke Konstantinopel (Roma Baru).

Konon nama Kekaisaran Bizantium diambil dari nama lama kota ini.

395-476 M
Kaisar Theodosius I kembali membagi kerajaan menjadi wilayah Barat dan Timur, yang dipimpin masing-masing puteranya. Pada masa-masa ini, Kekaisaran Romawi berjibaku menahan serbuan suku-suku Germanik dan lawan yang lebih menakutkan, suku Hun. Wilayah timur yang lebih berkembang dapat bertahan dengan memberikan upeti atau suap dan merekrut prajurit bayaran, tetapi wilayah Barat yang keuangannya tipis harus berjuang keras.

Meskipun suku Hun akhirnya punah pasca kematian raja mereka Attila, Romawi Barat sudah tidak kuasa menanggung migrasi kaum Germanik. Akhirnya pada 476 M Romawi Barat jatuh ke tangan suku Germanik dengan diturunkannya Kaisar di Barat oleh jendral Odoacer. Sementara Romawi Timur relatif aman pasca punahnya suku Hun.

480-518 M
Kaisar Romawi Timur, Zeno, memutuskan penyatuan wilayah Barat dan Timur. Waktu itu Barat dikuasai raja Germanik Odoaker, sehingga Zeno menyingkirkannya dengan menghasut Theodoric dari suku Goth untuk menyerang Odoaker. Odoaker tumbang dan wilayah barat dipimpin Theodoric sebagai raja dibawah Kekaisaran Romawi, walau tidak diakui secara resmi.

Pada 491 M Anastasius I naik takhta di Konstantinopel. Ia berhasil mengatasi pemberontakan Isaurian, mereformasi sistem administrasi dan keuangan Kekaisaran sehingga membangkitkan perekonomian di seluruh negeri. Pada saat ia meninggal (518 M), harta Kekaisaran mencapai 145 ton emas.

Dinasti Justinian, 527-602 M
Pasca jatuhnya Romawi Barat, Kekaisaran kehilangan lebih dari separuh wilayahnya. Kaisar Justinian I naik tahta pada 527 M. Pemerintahannya mencatat sejumah prestasi berupa perumusan ulang UU Romawi yang kelak digunakan Bizantium seterusnya. Justinian juga berperang melawan bangsa Sassanid penguasa Persia sekaligus merebut ulang provinsi-provinsi di Barat dibantu jenderal jenius Belisarius Perjuangannya diteruskan oleh Kaisar Justin II, Tiberius II, dan akhirnya jenderal Maurice yang diangkat sebagai Kaisar.

Periode ini diwarnai oleh kebangkitan kembali Romawi dalam diri Bizantium melalui penguasaan kembali sebagian provinsi Romawi Barat dan kemenangan taktis terhadap Persia.

Meskipun Romawi dan Bizantium sama-sama megah dan agung, namun pergeseran nilai-nilai budaya akibat segregasi Barat-Timur selama hampir berabad-abad membentuk sebuah Kekaisaran dengan nama yang sama, Romawi, namun identitas yang jauh berbeda. Romawi kuno mengusung bahasa dan budaya Latin, sementara Bizantium mengusung bahasa dan budaya Yunani.

Justinian I, pelopor kebangkitan Bizantium
Wilayah Bizantium dibawah kendali Justinian I
Wilayah Bizantium pada masa Maurice


Dinasti Heraclian, 610-695 M
Heraclius, pendiri dinasti ini, naik ke tampuk kepemimpinan setelah berhasil menyingkirkan diktator Phocas yang membunuh Maurice, kaisar sebelumnya. Heraclius terkenal sangat heroik. Prestasi puncaknya adalah mengalahkan Sassanid Persia di Nineveh dan membawa kembali Salib Kristus (True Cross) yang dicuri ketika Persia menyerbu Yerusalem.

Pada masa ini, Bizantium harus menghadapi musuh-musuh baru yang sangat tangguh hingga memaksa Bizantium mundur dan kehilangan sejumlah wilayah. Khalifah Islamiyah menyapu wilayah timur, menundukkan Bizantium dan juga mengakhiri riwayat bangsa Sassanid, dinasti Persia kuno yang terakhir pada 634 M. Sementara di barat, bangsa Slavia bersatu dibawah Asparukh yang mempersatukan Bulgaria. Bahkan pasukan Arab mampu mencapai tembok Konstantinopel walau gagal menembus pertahanan kokohnya.

Digencet oleh dua musuh besar sekaligus menyebabkan Bizantium terjun ke dalam mediokritas, perlahan namun pasti. Ekonomi menjadi lesu, kota-kota urban menciut menjadi benteng, dan terjadi gelombang pengungsian besar. Perpecahan antar kelompok dalam Gereja juga makin memperumit situasi dalam negeri.

Kaisar Konstantin IV sempat mencercahkan harapan berkat kearifan dan talentanya, namun ia meninggal pada usia 33 tahun setelah sempat mencatatkan sejumlah kemenangan atas bangsa Arab dan menyelenggarakan Konsili Konstantinopel ke 3 untuk menyelesaikan aneka perbedaan dalam Gereja.

Kaisar terakhir dinasti Heraclian, Justinian II, dijatuhkan kembali pada 711 M setelah sempat kembali ke takhta karena bertangan besi dan membebankan pajak super tinggi, serta kejam.

Lukisan Heraclius mengalahkan Raja Persia Khosrau II yang mencuri True Cross
Peta wilayah yang diserbu dan dikuasai oleh Khalifah Islamiyah
Coklat tua - Ekspansi di masa Nabi Muhammad SAW (622 M)
Merah bata - Ekspansi di masa Khalifah Rashidun (632 M)
Kuning - Ekspansi di masa Khalifah Umayyah (661 M)
Wilayah Bizantium pertengahan Dinasti Heraclian (650 M)
Wilayah Bizantium diakhir Dinasti Heraclian (710 M)

695-867 M
Periode ini diawali gejolak politik yang disebabkan pemberontakan terhadap Justinian II yang otoriter. Silih berganti kepemimpinan di Bizantium terjadi hingga akhirnya Leo III terpilih menjadi Kaisar pada 717 M, mengawali Dinasti Isaurian.

Dinasti ini mencatatkan sejumlah kemenangan penting terhadap bangsa Arab dan menyusun kembali kekuatan Kekaisaran yang diobrak-abrik serangan Arab, namun justru mengalami kemunduran di front barat dan harus kehilangan wilayah Ravenna serta Bulgaria.

Poin penting yang terjadi pada masa Isaurian adalah Ikonoklasme-larangan memuja atau mensakralkan benda, gambar, dan simbol tertentu. Dinasti Isaurian berakhir pada 802 M, bersamaan dengan bangkitnya "Romawi Barat" di bawah bendera Kerajaan Frank pimpinan Charlemagne.

Setelah Dinasti Isaurian, terjadi penggantian sejumlah Kaisar dan Dinasti, seperti Dinasti Nikephorian (802-813), Leo V si Armenia (813-820), dan Dinasti Phyrigian (820-867). Keseluruhan pemerintahan mereka dipenuhi perjuangan menahan ekspansi bangsa Arab, menahan serbuan Bulgaria, dan pro-kontra Ikonoklasme yang menyebabkan jurang antar Gereja Barat dan Timur semakin melebar. Pada masa Dinasti Phyrigian Bizantium terpukul mundur dan harus kembali kehilangan wilayah karena serangan Arab di Sisilia dan pulau Kreta.

Wilayah Bizatium pada tahun 867 M
Ratu Irena, penguasa terakhir Dinasti Isaurian
Michael III "Si Pemabuk", Kaisar terakhir Dinasti Phyrigian

Restorasi oleh Dinasti Makedonian, 867-1025 M
Naiknya Basil I dari Makedonia sebagai kaisar pada 867 M menandai sebuah titik balik dalam sejarah Bizantium. Basil I dan Dinasti Makedonia penerusnya berhasil mengonsolidasikan Bizantium kembali sebagai kekuatan utama Eropa selama 2,5 abad bertakhta. Konstantinopel kembali tumbuh pesat menjadi kota termakmur dan terbesar Eropa dengan populasi mencapai 400.000 orang.

Serangan balik dilancarkan terhadap Kalifah Abbasiyah di Timur dan berturut-turut wilayah penting seperti Aleppo, Kreta, dan Siprus berhasil direbut kembali. Kaisar Nikephoros II dilanjutkan John I Tzimiskes berhasil memperluas Kekaisaran hingga mencapai Suriah pada dekade 960-980 M. Di front barat, sebagian Italia kembali ke pelukan Bizantium, dan yang terpenting musuh kuat Bulgaria akhirnya berhasil ditaklukkan oleh Kaisar Basil II pada 1018 M.

Serangkaian prestasi non-militer juga dicatatkan oleh Dinasti Makedonian. Kaisar Leo VI berhasil membangkitkan kembali ekonomi dan perdagangan lewat reformasi administrasi sipil serta menyempurnakan kodifikasi dan penerjemahan UU Bizantium ke dalam bahasa Yunani. Agama Kristen tersebar ke Serbia, Bulgaria. dan Rusia, sehingga suku-suku di sana kembali berada di bawah pengaruh kuat Bizantium. Bizantium pun kembali memasuki era perdamaian dan keemasan di bawah Dinasti Makedonian.

Basil II meninggal pada 1025 M, mengakhiri perjalanan Dinasti Makedonian yang cemerlang.

Kiri ke kanan: Nikephoros II Phokas, John I Tzimiskes, dan Basil II, Kaisar yang membawa Bizantium ke puncak kejayaan
Wilayah Bizantium pada akhir masa Basil II (1025 M)
Ilustrasi Konstantinopel, kota terkaya dan terbesar Eropa, pada saat itu

1025-1081 M
Keberhasilan Dinasti Makedonian tak lepas dari reformasi militer yang dicanangkan Nikephoros II, John I, dan Basil II. Tentara yang tadinya hanya milisi sipil diubah menjadi kesatuan profesional. Namun sepeningggal Basil II, tak ada pemimpin yang cakap, dan dengan cepat ekonomi Bizantium menjadi morat-marit. Militer Bizantium profesional peninggalan Basil II pun akhirnya dibubarkan untuk mengurangi pengeluaran negara, dan diganti dengan pasukan-pasukan bayaran yang dikontrak. Kekacauan dan pemberontakan menyebabkan tampuk kepemimpinan berganti dengan cepat.

Relasi dengan barat pun mencapai titik nadir tatkala secara resmi Gereja Roma "mengasingkan" (excommunicate) Gereja Konstantinopel di timur pada 1054 M. Dengan demikian kedua gereja secara resmi terpisah. Gereja Barat kelak disebut Katolik Roma, sementara Gereja Timur disebut Kristen Ortodoks (East-West Schism).

Dan di saat yang genting inilah, muncul musuh" tangguh baru..

Robert & Roger Guiscard dari suku Norman (keturunan Viking) menyerang Sisilia dan Italia pada medio 1060-1070an (cikal bakal Kerajaan Sisilia). Kresimir IV dari Kroasia merebut kota-kota pesisir Dalmatia pada 1069, namun musuh tertangguh adalah bangsa Turki Seljuk yang merangsek dari Asia dan dengan cepat menyapu wilayah Bizantium di Timur sejak 1068 M. Puncaknya, Bizantium mengalami kekalahan akbar dalam pertempuran di Manzikert pd 1071 M dan Kaisar Romanos Diogenes ditawan oleh Sultan Alp Arslan dari Turki Seljuk. Pada 1081 M Turki Seljuk sudah menguasai hampir seluruh Asia Kecil (Anatolia), dan ibukotanya Nicaea hanya berjarak 90 Km dari Konstantinopel. Anatolia adalah bagian utama dari Bizantium, sehingga kehilangannya adalah pukulan yang sangat telak. Masi adakah harapan bagi Bizantium?

Pembagian umat Kristen pasca East-West Schism

Sultan Alp Arslan, pemimpin bangsa Turki Seljuk
Perang Bizantium vs Seljuk: Hijau - serangan Seljuk, Merah - serangan Bizantium

New Hope - Dinasti Komnenian, 1081-1185 M
Alexios I Komnenos naik takhta pada 1081 M. Dalam tahun-tahun awal pemerintahannya, Bizantium harus menghadapi serangan Roger Guiscard dari Sisilia, plus serbuan kaum Pecheneg dari dataran Khazar. Berkat kegigihan dan keberuntungannya (Roger Guiscard dan Sultan Seljuk meninggal pada 1085 & 1086 M) Alexios berhasil menangkal ancaman tersebut. Meninggalnya Guiscard mengakhiri serbuan Sisilia, sementara wafatnya Sultan menyebabkan perpecahan di Turki Seljuk.

Meskipun ancaman serangan telah berakhir, namun Alexios masih punya tugas berat untuk mengembalikan stabilitas keamanan, ekonomi, dan politik yang amburadul pasca serbuan Seljuk. Untuk itu, Bizantium mutlak harus menguasai kembali Anatolia karena hampir separuh SDM dan SDA Bizantium berasal dari sana. Namun kendati Turki Seljuk telah pecah, Bizantium saat itu sudah tidak mampu melakukan operasi militer sendirian.

Atas dasar inilah, pada Konsili Piacenza (1095 M) Alexios I meminta pertolongan Paus Urbanus II untukmembebaskan umat Kristiani di timur dari penderitaan di bawah pemerintahan Muslim dan menekankan bahwa tanpa bantuan Barat, hal ini mustahil terwujud. Alexios berharap dalih ini membuat Paus menggerakkan umat Katolik untuk "membantu" Bizantium memulihkan wilayah timur, sementara Paus berharap untuk kembali mempersatukan Gereja Barat dan Timur. Permintaan ini akhirnya terwujud dalam Perang Salib I, di mana akhirnya Bizantium berhasil memulihkan sebagian besar wilayah yang "dibuldozer" Pasukan Salib fanatik dalam perjalanannya ke Yerusalem.

Kisah Alexios dan Bizantium pada masa ini dapat diketahui dengan detail berkat karya sastra Alexiad, roman sejarah yang ditulis oleh Putri Anna Komnenus, anak Alexios.

Penerus Alexios, John II, melancarkan serangkaian kampanye militer untuk mengalahkan Sisilia dan musuh-musuh Barat lainnya, sekaligus memosisikan Bizantium sebagai pemimpin kerajaan" Kristen dalam Perang Salib. Pada masa Manuel I Komnenos, terjadi Perang Salib II melawan Dinasti Fatimid Mesir.

Memanfaatkan aliansi dengan gereja & kerajaan Barat, ketiga kaisar ini mampu memosisikan kembali Bizantium sebagai kerajaan yang tangguh, dengan militer yang kuat, pertahanan yang kokoh, dan peradaban yang gemilang. Periode Komnenian bisa dibilang sebagai Rennaisance-nya Bizantium. Perdagangan dan ekonomi kembali berkembang pesat, keamanan terjaga ketat, dan hubungan dengan Barat makin harmonis sehubung posisi Bizantium sebagai pintu ke Tanah Suci. Meskipun wilayah Bizantium kini lebih kecil bila dibandingkan masa Justinian I atau Basil II, namun kekayaan harta dan peradaban Bizantium mencapai puncaknya pada masa Komnenian seiring meningkatnya hubungan internasional Bizantium-Eropa Barat.

Sayang, sepeninggal Manuel I pada 24 September 1180, Bizantium mengalami kemunduran. Andronikos I, kaisar terakhir Dinasti Komnenian dijatuhkan karena keji dan kepribadiannya tak stabil. Kebijakan awalnya untuk memberikan pos-pos penting berdasarkan seleksi, bukan status sosial / gelar sebenarnya reformatif namun ditentang para bangsawan, hingga Andronikos memutuskan untuk membasmi para aristokrat.

Andronikos juga menerapkan kebijakan anti-Latin, membasmi seluruh penduduk asal Eropa Barat di Konstantinopel yang jumlahnya puluhan ribu, sehingga hubungan manis Bizantium-Eropa Barat hancur seketika.

Kiri-Kanan: Alexios I, John II, dan Manuel I Komnenos
Wilayah Bizantium pada akhir Dinasti Komnenian (1180 M)
Wilayah Bizantium sebelum Perang Salib I (1095 M)

Dawn of The Byzantines - Dinasti Angeloi, 1185-1204 M
Dinasti Angeloi dimulai sejak Isaac II Angelus mengkudeta Andronikos sang "public enemy". Dinasti Angeloi dinilai sebagai penyebab utama kehancuran Bizantium akibat inkompetensi pemimpinnya dan terutama "mengundang kematian" Bizantium lewat Perang Salib IV.

Pada Perang Salib III (1189-1192 M), Pasukan Salib Jerman pimpinan Frederick Barbarossa memberangus Turki dan ibukotanya Ikonium, namun Isaac II tidak memanfaatkan peluang ini untuk menguasai Turki.

Isaac II dikudeta oleh Alexios III Angelus dan dipenjarakan bersama puteranya Alexios IV. Alexios IV meloloskan diri pada 1203 dan meminta bantuan pada pasukan Perang Salib IV (1202-1204) lewat Duke of Swabia (Holy Roman Empire) untuk membantunya mengambil alih kekuasaan. Ia menjanjikan bantuan pasukan, uang, dan makanan untuk para Pasukan Salib (yang kebetulan sedang galau karena kekurangan orang dan uang) dan juga mempersatukan gereja Timur dengan Roma. Meski sudah dilarang oleh Paus, Pasukan Salib setuju dan akhirnya Alexios III yang kaget diserang mendadak langsung kabur. Alexios IV diangkat menjadi Kaisar.

Alexios IV gagal memenuhi janjinya untuk membayar utang dan biaya Pasukan Salib. Untuk melunasi janjinya, ia menaikkan pajak gila-gilaan. Akhirnya rakyat Konstantinopel berontak, Alexios IV dibunuh dan digantikan Alexios V.

Para Pasukan Salib memutuskan untuk "menagih" hutang setelah penjamin hutang mereka, Alexios IV dibunuh. Alexios V mati-matian bertahan, namun akhirnya Pasukan Salib menembus, membakar, dan menjarah Konstantinopel habis-habisan selama 3 hari 3 malam. Konstantinopel dikuasai, Baldwin dari Flanders diangkat sebagai Kaisar Latin Konstantinopel, dan wilayah Bizantium dibagi-bagi di antara Pasukan Salib walaupun tidak semua.

Tapi, Bizantium belum tamat begitu saja..

Penjarahan Konstantinopel oleh Pasukan Salib, 1204 M
Pembagian Bizantium pasca penjarahan Konstantinopel

Nicaea, Epirus, Trebizond, 1204-1261 M
Meskipun Konstantinopel telah jatuh, Bizantium masih berlanjut pada 3 kerajaan pecahan di Nicaea, Epirus, dan Trebizond. Nicaea dibentuk oleh Theodore I Laskaris, menantu Alexius III Angelos yang diangkat sebagai kaisar setelah Alexius V melarikan diri. Theodore melarikan diri ke Nicaea (Iznik) dan perlahan-lahan mengonsolidasikan kekuatan sebagai sebuah kerajaan kecil. Nicaea akhirnya berhasil merebut kembali Konstantinopel pada 1261 M.

Epirus dibentuk oleh Michael Doukas, sepupu Alexios III Angelos. Setelah gagal bersaing dengan Nicaea dalam perebutan Konstantinopel, Epirus tetap menjadi wilayah independen hingga dikuasai Serbia pada 1337 dan Kekaisaran Ottoman pada 1479.

Trebizond memerdekakan diri beberapa minggu sebelum Pasukan Salib menggasak Konstantinopel. Kerajaan Trebizond dibentuk pada April 1204 oleh Alexios dan David Komnenos, cucu Andronikos I Komnenos yang dibunuh di Konstantinopel. Sebelumnya keluarga Komnenos memang memiliki pengaruh yang kuat di Trebizond sejak abad ke-11 dan menjalin ikatan erat dengan bangsawan Georgia. Kerajaan Trebizond disebut juga sebagai Kerajaan Comnenid, dan bertahan beberapa saat setelah Konstantinopel jatuh ke Turki Ottoman.

Penguasa ketiga kerajaan sama-sama mengaku pewaris resmi dari takhta Bizantium, walau ketika Konstantinopel dikuasai Nicaea, Trebizond mengakui pura-pura mengakui kedaulatan mereka .

Pada tahun 1260 Kekaisaran Latin sibuk memerangi Bulgaria yang terus berekspansi ke selatan, memudahkan Michael VIII Palaiologos dari Nicaea menaklukkan Konstantinopel. Dengan demikian takhta Bizantium kembali diamankan, namun ancaman baru muncul dari timur, yaitu bangkitnya kesultanan Turki baru bentukan Osman I, disebut juga Turki Ottoman.

Epirus, 1252-1315 M
Trebizond & kerajaan sekitar, 1300 M
Michael VIII Palaiologos, Raja Nicaea yang merebut kembali Konstantinopel

Fall of Constantinople - Dinasti Palaiologian, 1261-1453 M
Bizantium memperoleh kesempatan terakhir tatkala Michael VIII berhasil merebut takhta Konstantinopel kembali. Awalnya ia sukses, berhasil merebut wilayah kecil Achaea yang berbatasan dengan Epirus. Namun Bizantium kini sudah bangkrut, tidak memiliki personil maupun uang yang cukup bahkan untuk sekedar bertahan dari gempuran musuh-musuhnya.

Andronikos III Palaiologos berusaha untuk memperbaiki situasi dan berhasil menguasai Epirus serta melakukan reformasi sipil, namun pasca meninggalnya Andronikos III, perang saudara meletus selama 6 tahun dalam rangka perebutan takhta dan hampir seluruh wilayah Bizantium jatuh ke tangan Serbia. Setelahnya kekuasaan silih berganti di Konstantinopel, melemahkan Bizantium sementara Ottoman Turki sudah tumbuh menjadi kerajaan yang besar.

Menjelang 1400 M, Ottoman Turki sudah menguasai hampir seluruh wilayah Serbia, dan Konstantinopel sudah di ujung tanduk. Kota itu sudah banyak ditinggalkan penduduknya dan populasinya tinggal ribuan orang. Pada 2 April 1453 Sultan Mehmet beserta 80.000 pasukan mengepung Konstantinopel yang garnisunnya hanya tinggal 7000 orang. Setelah 2 bulan pengepungan, akhirnya pada 29 Mei 1453 Konstantinopel jatuh ke tangan Sultan Mehmet. Constantine XI Palailogos, Kaisar terakhir Bizantium, melepas atribut kerajaannya dan terjun ke rimba peperangan saat tembok Konstantinopel telah direbut.

Bizantium pada masa Andronikos III Palaiologos, 1329 M
Bizantium pada 1350 M
Bizantium pada 1367 M
Bizantium pada 1389 M (Hijau tua---> Turki Ottoman)
Bizantium menjelang akhir,1450 M
Mehmet II Sang Penakluk, dalam perjalanan ke Konstantinopel
Constantine XI, Kaisar terakhir Bizantium, yang mati berperang
Jatuhnya Konstantinopel ke tangan Sultan Mehmet II

Fall of Trebizond-The Finale, 1461 M
Wilayah terakhir Bizantium, Morea, masih tetap merdeka dengan membayar upeti pada Sultan, namun karena salah urus akhirnya mereka tidak mampu bayar dan memberontak sehingga dikuasai Sultan pada Mei 1460.

Sisa terakhir Kekaisaran Bizantium yang berdaulat, Trebizond, masih bertahan di timur jauh karena posisinya yang relatif aman. Namun karena upaya Raja David Megas Komnenus memancing perang salib terhadap Ottoman, akhirnya Sultan menyerbu Trebizond pada 1461. Dengan jatuhnya Trebizond, maka Bizantium secara resmi telah berakhir.

Andreas Palaiologos, keponakan Constantine XI, mengklaim mewarisi takhta Konstantinopel, dan tinggal di bawah perlindungan Paus di Roma hingga meninggal.

Turki Ottoman menganggap kekaisarannya sebagai pewaris resmi Romawi setelah Bizantium hingga kejatuhannya pada 1918.

Sementara kedudukan Konstantinopel sebagai Roma Kedua dan pusat Kristen Ortodoks dipindah ke takhta Rusia di Moskow sebagai "Roma Ketiga". Kerajaan Rusia mewarisi peran Bizantium sebagai Roma Ketiga dan protektor Gereja Ortodoks hingga kejatuhannya pada 1918.

Wilayah kesultanan Ottoman
Ivan III, Pangeran Agung Rusia, pelindung Gereja Ortodoks sebagai Roma ketiga


SPECIAL THANKS TO: agan tim90 on Kekaisaran Romawi Timur [The Byzantine Empire]


SUMBER:
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire_under_the_Heraclian_dynasty
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire_under_the_Komnenos_dynasty
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire_under_the_Angelos_dynasty
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine_Empire_under_the_Palaiologos_dynasty
http://en.wikipedia.org/wiki/Byzantine–Ottoman_Wars
http://en.wikipedia.org/wiki/Empire_of_Nicaea
http://en.wikipedia.org/wiki/Despotate_of_Epirus
http://en.wikipedia.org/wiki/Empire_of_Trebizond

Sejarah Kolonialisasi Virginia Amerika

Orang Eropa pertama yang mengkolonialisasi Amerika Utara


Penjelajahan Samudera dan Penemuan Benua Amerika


Penjelajahan samudera yang dilakukan oleh bangsa Eropa pada abad ke-15 menuntun bangsa Eropa menemukan tanah baru yang terletak disebelah barat. Tanah tersebut kemudian dikenal sebagai dunia baru, hal ini karena bangsa Eropa pada abad ke-15 hanya mengenal dunia Eropa, Asia dan pantai utara benua Afrika. Penjelajahan samudera diawali oleh Portugal dibawah Pangeran Henry Sang Navigator yang mengirimkan ekspedisi pertama menuju pantai Afrika dan menemukan Cape Verde dan Sungai Kongo pada 1482. Pada 1488 Bartholomew Diaz mencapai Tanjung Harapan dan Vasco da Gama membuka perjalanan menuju India pada tahun 1498.

Benua Amerika sendiri baru ditemukan pada tahun 1492 oleh Christoper Colombus yang berangkat dari Spanyol dengan kapal pinjaman dan armada yang berjumlah kurang dari 100 orang. Tujuan awal Christoper Columbus adalah berlayar ke barat dan menemukan Asia, akan tetapi justru pada 12 Oktober 1492 armada Columbus mendarat di salah satu pulau di Bahama dan diberi nama San Salvador. Penemuan tersebut kemudian menyebar dengan cepat sehingga Spanyol kemudian menyiapkan ekspedisi kedua untuk mendahului Portugal. Spanyol kemudian mendominasi penjelajahan di Amerika sebelum armada Inggris mengalahkan Spanyol yang juga menandai dominasi armada Inggris dalam bidang pelayaran dan membuka jalan bagi Inggris melakukan kolonisasi di Amerika.


Eksplorasi Kerajaan Inggris



Dalam hal penjelajahan dan kolonisasi yang dilakukan oleh Kerajaan Inggris diawali oleh Sir Humphrey Gilbert dan Sir Walter Raleigh. Pada tahun 1578 Gilbert yang memiliki hubungan dekat dengan Ratu mendapatkan restu kerajaan untuk melakukan kolonisasi. Izin tersebut didapat dengan beberapa syarat, salah satunya adalah bahwa koloni harus menyetujui seluruh peraturan dan hukum yang ditetapkan oleh kerajaan. Gilbert mengawali usahanya dengan dua kali kegagalan dan akhirnya pada 1583 Sir Gilbert mencapai pantai Narragansett (Sekarang Rhode Island). Akan tetapi setelah berhasil mendarat dan menyatakan bahwa tanah itu adalah tanah milik Ratu Elizabeth kapal terbesar dalam armada Gilbert hilang, kemudian ketika Gilbert hendak pulang menuju Inggris kapal yang dinaikinya hilang.

Satu tahun kemudian, pada tahun 1584 Raleigh membujuk Ratu untuk melanjutkan misi kolonisasi Gilbert dengan mengganti nama misi tersebut dengan namanya. Sama seperti Gilbert, Raleigh juga mengawali usahanya dengan kegagalan dan baru pada 1587 Raleigh berhasil memberangkatkan 117 orang menuju Roanoke di dekat North Carolina. Dalam koloni tersebut turut serta seorang pemimpin koloni bernama White, dalam koloni tersebut cucu White yang bernama Virginia Dare lahir sebagai anak Inggris pertama yang lahir di dunia baru . Setelah satu bulan mendiami Roanoke, White kembali ke Inggris untuk mendapatkan persediaan, akan tetapi karena terjadi perang antara Inggris dan Spanyol maka White baru bisa kembali pada tahun 1590 dengan menemukan kota “Ralegh” hancur dan tidak berpenghuni. Jejak dari para koloni tidak dapat ditemukan, sehingga kemungkinan mereka diserang oleh suku Indian atau Spanyol ada juga kemungkinan mereka tidak dapat dari cuaca di wilayah tersebut yang menurut penelitian terbaru pada tahun 1587 wilayah tersebut mengalami masa terkering dalam 770 tahun terakhir. Koloni Raleigh kemudian disebut sebagai „the Lost Colony‟. Hingga meninggalnya Ratu Elizabeth I pada 1603, belum ada satupun koloni Inggris yang tinggal di Amerika bagian utara.


Koloni Pertama Inggris

Queen Elizabeth I
Kegagalan koloni Inggris pada akhir kepemimpinan Elizabeth I tidak membuat penerusnya James I menghentikan proyek koloni. Pada tahun 1606 James I melanjutkan program koloni dengan membagi kedalam dua divisi yaitu divisi London dan divisi Plymouth. Koloni London dan Plymouth kemudian dibuat berpisah hingga puluhan mil. Selama proyek tersebut berjalan pasar saham di

Inggris menantikan prospek kembalinya para kolonis dengan membawa emas dan mineral lainnya.

Pola kolonisasi yang dilakukan oleh Inggris dan Spanyol sangat berbeda karena Inggris tidak melakukan penaklukan dan koloni koloni tidak memiliki regulasi yang sama. Sangat berbeda dengan Spanyol yang melakukan penaklukan penaklukan dan menerapkan peraturan yang sama di seluruh koloninya.

Pada tahun 1606 Raja James I melepas dua divisi kolonis, yaitu divisi London dan divisi Plymouth. Divisi London inilah yang kemudian menjadi koloni pertama Inggris di benua Amerika setelah mendirikan koloni di Virginia. Nama Virginia sendiri diambil dari julukan Ratu Elizabeth I “the virgin queen”.Pada tanggal 6 Mei 1607 tiga kapal yang membawa 100 orang yang dipimpin oleh Kapten John Smith mencapai teluk Chesapeake setelah berlayar selama empat bulan. Mereka kemudian berlayar masuk kearah ke hulu sungai sejauh 40 mil untuk menghindari orang orang Spanyol yang menjadi perompak.

King James I of England
Sungai tersebut kemudian disebut sebagai Sungai James dan koloni yang dibangun didaerah tersebut disebut Jamestown. Di Jamestown para koloni kemudian mambangun pagar, gubuk yang digunakan untuk tinggal, gudang dan gereja. Akan tetapi terdapat masalah yang muncul pada awal pembentukan koloni, yaitu sebagian besar koloni tidak bisa bertani, karena mereka adalah petualang yang berusaha mencari emas bukan untuk bertani. Sehingga untuk bertahan mereka mengandalkan ikan, suplai dari Inggris dan bertransaksi dengan Indian.

Di wilayah Virginia terdapat suku Indian yang dipimpin oleh Wahunsonacock, yang dipanggil Powhatan sesuai dengan nama suku Indian yang dipimpinnya. Anggota suku tersebut terdapat 10.000 orang. Mereka hidup di tepian sungai dan mengembangkan jagung. Powhatan adalah tipe suku Indian yang bersifat menunggu dan tidak agresif. Bahkan Powhatan sering melakukan transaksi dengan kolonis, yaitu dengan menukar jagung dengan barang barang seperti pedang, senapan dan lain lain.

John Smith sebagai ketua koloni lebih memilih menjalin hubungan baik dengan suku Indian Virginia demi keamanan koloni. John Smith sendiri menerapkan disiplin yang tinggi dalam mengembangkan koloninya yang kelaparan dengan ucapan “Siapa yang tidak bekerja tidak akan makan”. John Smith juga memetakan wilayah Chesapeake. Walaupun dianggap ambisius, melalui kepemimpinanya koloni Jamestown dapat selamat.

Pada tahun 1609, Smith kembali ke Inggris dan dengan peninggalan Smith, Jamestown menjadi kacau. Hanya tersisa 60 dari 300 penduduk asli Jamestown hal tersebut dikarenakan kelaparan, seluruh unggas, kuda dan persediaan telah habis dimakan. Jamestown menjadi kumuh dan ditinggalkan. Pada tahun 1610 seorang gubernur Lord De La Warr (Delaware) membangun koloni baru di Virginia yang berlokasi di atas Jamestown, yaitu Henrico (Richmond), selain itu dibangun pula koloni dimulut sungai yang terletak dibawah Richmond.

Pada tahun 1612 seorang petani bernama John Rolfe berhasil menemukan tembakau berkualitas tinggi hasil persilangan dengan rerumputan lokal. Tembakau ini cocok dengan selera orang Eropa. Pengiriman pertama tembakau ini ke London terjadi pada tahun 1614 dan pada sepuluh tahun berikutnya tembakau menjadi komoditas utama yang yang menyokong ekonomi Virginia atau lebih dikenal sebagai Tobacco Boom.

Selain berhasil menemukan jenis tembakau yang memiliki nilai ekonomis tinggi, John Rolfe juga melakukan hal yang penting bagi koloni yaitu menikahi anak dari Powhatan yaitu Pocahontas. Pocahontas bukanlah sosok yang asing bagi Jamestown. Dalam masa krisis hubungan antara koloni denhan Powhatan, John Rolfe kemudian menikahi Pocahontas dan membuka jalan perdamaian antara koloni dengan Powhatan. Pocahontas sendiri kemudian dikenal sebagai Lady Rebecca akhirnya meninggal tidak lama setelah itu setelah dibawa ke Inggris.



Pertikaian dengan Indian kembali terjadi ketika koloni Inggris membuka lahan yang diperuntukkan sebagai perkebunan tembakau. Para koloni yang terus membuka lahan kemudian diserang oleh Indian pada tahun 1622, dalam serangan yang dipimpin oleh Opechancaough suku Indian membunuh 350 orang termasuk John Rolfe untuk memprovokasi pihak koloni agar menyerang mereka.

Kerajaan Inggris kemudian melakukan pembersihan terhadap Indian di sepanjang daerah terdepan (frontier). Pada tahun 1623 Kapten William Tucker dan pasukannya bertemu dengan pemimpin Indian untuk melakukan negosiasi mengenai koloni. Setelah menandatangai perjanjian Tucker mengundang Indian untuk merayakan perdamaian mereka. Akan tetapi kemudian minuman Indian diberi racun sehingga dua ratus Indian tewas. Tentara Inggris kemudian membakar desa Indian dan membunuh lima puluh Indian lagi dan merampas jagung jagung milik Indian. Proses pembersihan terhadap Indian di Virginia membutuhkan waktu sekitar satu dekade.

Hingga tahun 1624, Virginia tetaplah berbahaya karena tingkat kematian yang tinggi. Sekitar 14.000 orang yang bermigrasi menuju Virginia sejak 1607 akan tetapi hanya 1.132 yang bertahan hidup di Virginia. Tingkat kematian yang tinggi ini dikarenakan penyakit dan serangan serangan Indian. Pada tahun 1624, dengan nasihat komisi kerajaan Inggris kemudian membubarkan Virginia Company dan menjadikan Virginia sebagai menjadi koloni Kerajaan Inggris.


Pasca Dibubarkannya Virginia Company

Colonial Seal of Virginia

Setelah menjadi koloni kerajaan, Virginia dipimpin oleh seorang Gubernur. Raja tidak memberi instruksi baru membuat sebuah dewan, akan tetapi gubernur menyatakan tidak mungkin memimpin Virginia yang bermasalah tanpa adanya dewan tersebut. Dewan tersebut bertemu pada 1629, namun demikian hal itu tidak diketahui oleh kerajaan hingga 10 tahun berikutnya.

Setelah tahun 1622, hubungan antara Indian dengan Virginia disebut sebagai (Perpetual Emity) hingga Opechancanough kembali melancarkan serangan pada 1644. Tentara Inggris kemudian menghadapi situasi yang sama pada dua puluh dua tahun yang lalu kemudian menghadapi Indian dengan ganas, yang pada buku America a Narrative History disebutkan “ … that nothing quite like it happening again.”

Pada tahun 1630an hingga 1640an , merupakan periode yang lebih stabil bagi Virginia hal ini dikarenakan pembelajaran yang didapatkan setelah masa awal yang tidak stabil. Harga tembakau sangat tinggi dan mencapai puncaknya sehingga petani petani besar mulai merambah ke dunia politik.

Virginia pada pertengahan abad menjadi magnet bagi pendatang baru. Walaupun keuntungan penjualan tembakau tidak sebesar periode sebelumnya, petani kemudian mengembangkan jagung. Melimpahnya persediaan makanan kemudian menurunkan tingkat mortalitas dan mendorong pertumbuhan penduduk di koloni tersebut. Pada 1650 penduduk Virginia berjumlah sekitar 15.000. Dengan bertambahnya jumlah penduduk kemudian menimbukan dampak ekonomi yaitu melimpahnya jumlah suplai, hal ini menyebabkan harga tanah yang meroket dan harga komoditas seperti tembakau jatuh. Akhirnya petani petani kecil harus pindah ke daerah terdepan yang sangat rawan terhadap serangan Indian.

Keadaan buruk tersebut kemudian semakin parah setelah pada tahun 1660 setelah Charles II memberlakukan regulasi perdagangan baru bagi para kolonis. Hal itu melengkapi depresi harga tembakau, pajak yang tinggi dan Indian. Keadaan tersebut kemudian menimbulkan masalah sosial muncu di Virginia sepeti kekerasan, dan kriminalitas yang tingi untuk bertahan hidup. Hingga muncul pemberontakan yang disebut sebagai Bacon’s Rebellion.